KAB.WAJO
SEJARAH
KAB.WAJO
Biasanya kita pernah mendengar
kata-kata Kerajaan Wajo. Wajo dalam bahasa bugis adalah wajo-wajo yang berarti bayangan (pohon bajo). Kerajaan Wajo
terbentuk karena adanya kontak sosial (persetujuan) antara masyarakat dengan pemimpin
adat. Perjanjian ini terjadi di kota Tosora yang kemudian menjadi inu kota dari
kerajaan tersebut. Kerajaan Wajo terdiri atas kota (Sidrap, Wajo, Bone,dan
Soppeng). Wajo terbetuk kira-kira tahun 1300-an.
Dan ada juga mengatakan Wajo
terbentuk dari kisah We Tadampali (Putri dari Raja-Luwu) yang mengidap penyakit
kusta (panyakit kulit) yang kemudian diasingkan dan terdampar di Tosora.
Selanjutnya beliau menemukan Buah Bajo dan
memakannya kemudian dia langsung sembuh. We Tadampali bertemu dengan anak dari
Arumpone yang sedang berburu dan mereka menikah, kemudian ia membentuk
Dinasti/Kerajaan Wajo.
Wajo merupakan kerajan yang tidak
mengenal to manurung sebagaimana
kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan pada umumnya.
Dari perkembangan kerajaan ini. Masa
Keemasan Wajo dicapai pada saat kepemimpinan La Tadampare Puangrimaggalatung yang dikenal Arung Matowa Wajo,
yaitu raja Wajo ke-6 pada abad ke-5.
Konsep
Kemerdekaan Dari Para Raja & Cendekia Wajo:
Konsep kemerdekaan dapat diartikan
visi misi dari raja tersebut.
Latenri Bali ( Batara Wajo 1)“Maradeka to wajoe taro pasoro gau’na, naisseng alena, ade’na napopuang”
Artinya:“Merdeka orang
wajo, bertanggungjawab, tahu diri, hanya adatlah yang menjadi hukum penentu”
Adek amaradekangenna to Wajoe (Perjanjian Kemerdekaan Orang Wajo)“Napoalebbirenggi to wajoe maradeka, malempu, namapaccing rigau salae, mareso mappalaong, namaparekki riwarangparangna”
Artinya :“orang wajo lebih
memilih merdeka, jujur, menghindari perbuatan tercela, ulet dan hemat”
Puang Ri Maggalatung ( batara wajo IV )
“Maradeka to wajoe najajiang alena maradeka,
tanaemi ata, naia tau makketanae maradekamaneng, rilaleng tampumupi namaradeka
napoada adanna, napogau gauna ade’ assimaturusengmi napapoang”
Artinya:“Merdeka
orang wajo, lahir dengan merdeka, tanah yang jadi bawahan, setiap orang yang
hidup di wajo merdeka semua, bebas berpendapat, bebas bekerja, hanya kata
sepakat yang jadi pedoman hukum
Kearifan
Lokal yang tercipta di Wajo sangatlah baik. Dan marilah kita meneladani
sifat-sifat dari para raja Wajo yang selalu bijaksana,adil,rendah
diri,jujur,hormat kepada anggota dewan, sayang terhadap rakyatnya, dan yang
paling penting tidak KORUPSI.
Marilah
kita lestarikan nilai kearifan budaya kita dengan tetap santun, menghormati
kemerdekaan yang ada pada orang lain. Jangan sampai terjadi seperti ucapan
salah satu pemerhati budaya wajo. Beliau menyatakan jangan sampai warisan
budaya ammaradekangenna to wajoe (kemerdekaan orang wajo) kita salah artikan
menjadi
”MARADEKA TO WAJOE MATANRE SIRI TAPI DE’ NAPPAU, ANDI’E NAPAPUANG”
(merdeka orang wajo, rasa malunya tinggi tapi
cuma diam, andi(bangsawan) saja yang di
tonjolkan/diabdikan/dijunjung/disanjung/dihormati)
Wajo memeluk islam secara resmi ditahun 1610
pada pemerintahan La Sangkuru patau mulajaji sultan Abdurahman dan Dato
Sulaiman menjadi Qadhi pertama Wajo. Setelah Dato Sulaiman kembali ke
Luwu melanjutkan dakwah yang telah dilakukan sebelumnya, Dato ri Tiro
melanjutkan tugas Dato Sulaiman. Setelah selesai Dato ri Tiro ke
Bulukumba dan meninggal disana Wajo terlibat perang Makassar 1660-1669
disebabkan karena persoalan geopolitik di dataran tengah sulawesi yang
tidak stabil dan posisi Arung Matowa La Tenrilai To Sengngeng sebagai
menantu Sultan Hasanuddin. Kekalahan Gowa tidak menyebabkan La Tenrilai
rela untuk menandatangani perjanjian Bongayya, sehingga Wajo diserang
oleh pasukan gabungan setelah terlebih dahulu Lamuru yang juga berpihak
ke Sultan Hasanuddin juga diserang.
Hari Jadi Wajo ialah Tanggal 29 Maret 1399.
KEUNIKAN KAB. WAJO
Wajo
memiliki sumber daya alam yang tinggi. Kab. Wajo memiliki luas wilayah 2.056,19
km²
dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 400.000 jiwa, terdiri atas 14 Kecamatan
dan 176 Kelurahan/Desa.
RUMAH ADAT ATAKKAE
Rumah adat Atakkae atau
biasa dikenal bola seratu (rumah 101
tiang) terdapat di KecamatanTempe. Rumah adat tersebut dibangun tahun 1995 di
pinggir Danau Lampulung, sekitar 3 km sebelah Timur Kota Sengkang. Bola Seratu dijuluki Saoraja Latenri
Bali (rumah / kediaman raja) yang salah
satu Arung Matowa Wajo.
Kawasan rumah adat Atakkae memiliki beberapa rumah
yang sebagai duplikat dari beberapa kecamatan yang ada di Wajo. Rumah ini
biasanya dipakai pada saat kegiatan pameran dan lain-lain.Rumah adat ini sekarang mulai memprihatinkan, hampir semua rumah duplikat ini tidak terawat.
Pada saat kami melakukan kegiatan English Came disana kami melihat rumah yang sebagian atapnya terlepa,s dindingnya rapuh, dan lain sebagainnya. Pesan saya terhadap pemerintah agar menjaga dan melestarikan rumah adat kita , kalau bukan kita siapa lagi ? Masa orang Papua yang pergi disini untuk mengelolanya.
KAMPUNG TUAK
Tuak adalah minuman khas dari Kab.Wajo. Tuak Manis
dapat kita temukan di Palaguna,Desa Lempa,Kec.Pammana yang kra-kira 3 km dari perkotaan.
Tuak Manis adalah tetesan air dari pohon Lontar yang biasa dikenal Pohon Ata’
yang melalui beberapa proses. Pertama, pakkempe
tuak (pemanjat pohon lontar) akan memotong Laso” Ata’ (tangkai lontar) dan
menyimpan Timpo-Timpo yang terbuat
dari bambu, karena tangkai dari at’ itu akan mengeluarkan tetesan air yang
menjadi tuak.



DANAU TEMPE
Danau Tempe adalah salah satu danau
yang ada di Wajo. Danau Tempe merupakan tempat dimana masyarakat sekitar
bergantung diri atau bermata pencaharian disana. Danau tersebut memiliki
keanekaragaman hayati dimana terdapat banyak jenis ikan diantaranya Ikan Mujair(Kamboja),
Ikan Gabus(Bale Bolong, Ikan Cambang(janggo), Ikan Kandea, Ikan Emas(Bale
Ulaweng),Ikan Lele, Bete-Bete dan lain sebagainya. Bahkan Danau Tempe memiliki
spesies endemik dan konon di dasar Danau Tempe terdapat sumber makanan ikan
yang tidak terdapat di tempat lain, yang mungkin dikarenakan Danau Tempe berada
diantara dua lempeng benua yaitu lempeng benua Asia dan Australia.
Dulu danau tempe banyak didatangi
oleh para wisatawan baik Lokal maupun Mancanegara. Akan tetapi sekarang danau
tempe tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah dan adanya enceng gondok yang
semakin hari semakin bertambah sehingga danau tempe menjadi dangkal dan ikan-ikan
yang ada di danau tersebut banyak mati.

SUTERA SENGKANG
Kain
Sutera sengkang merupakan kain ciri khas dari Wajo. Kain ini dibuat
melalui beberapa proses yang pertama dimulai dari pemintalan benang dari
kepompong ulat sutra menghasilkan serat sutra yang biasa ditemukan di daerah
Sabbangparu, setelah dipintal lalu diwarnai dan akan melalui tahap mattennung, setelah ditenun akan menjadi
Kain Sutera
Wajo dijuluki sebagai kota santri dimana tempat lahirnya para ulama-ulama. Buktinya adalah Wajo memiliki Pondok Pesantren diantaranya Ponpes As'Adiyah, Ponpes Nurul As'Adiyah Callaccu yang tidak asing lagi bagi kita semua. Hampir seluruh para ulama di Sulawesi Selatan berasal dari tamatan Sekolah As'Adiyah Sengkang contohnya Prof DR Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama RI) dan lain-lainnya.
Pondok Pesantren As’adiyah didirikan tahun 1928, namun sempat mengalami kevakuman, karena pendirinya wafat saat melakukan perjalanan ke Johor Malaysia.
Pontren ini kembali dibuka tahun 1930. Seorang ulama besar keturunan
Bugis Wajo yang membukanya. Ia bernama AsSyekh al’Alim al Allama KH. M.
As’ad. Lelaki kelahiran Mekkah ini dalam sapaan orang bugis disebut
Gurutta Fung Ngaji “Sade” atau Gurutta “Sade”.
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam As’adiyah, Sengkang adalah Drs H. Muhammad Yunus Pasanreseng Andi Padi, M.Ag,
Pasar Sentral Sengkang ini merupakan Pusat Ekonomi di Kab.Wajo. Karena Pasar ini merupakan pasar yang melakukan Grosir dan Eceran. Para masyarakat dari Kabupaten lain diantaranya Kab.Bone, Kab.Soppeng, Kab.Sidrap,Kab.Penrang dan lain-lain bahkan ada juga dari luar provinsi. Hampir semua para penjual yang ada di pasar ini barang jualannya langsung dari Jakarta. Sehingga Pasar Sentral Sengkang dapat dikatakan pasar yang hampir setara dengan Pasar Sentral Makassar.
No comments:
Post a Comment