Breaking News

Blogger templates

Blogger templates

Blogroll

Template Information

Wavy Tail

Thursday, October 3, 2013

KABUPATEN WAJO



KAB.WAJO


SEJARAH KAB.WAJO
            Biasanya kita pernah mendengar kata-kata Kerajaan Wajo. Wajo dalam bahasa bugis adalah wajo-wajo yang berarti bayangan (pohon bajo). Kerajaan Wajo terbentuk karena adanya kontak sosial (persetujuan) antara masyarakat dengan pemimpin adat. Perjanjian ini terjadi di kota Tosora yang kemudian menjadi inu kota dari kerajaan tersebut. Kerajaan Wajo terdiri atas kota (Sidrap, Wajo, Bone,dan Soppeng). Wajo terbetuk kira-kira tahun 1300-an.
            Dan ada juga mengatakan Wajo terbentuk dari kisah We Tadampali (Putri dari Raja-Luwu) yang mengidap penyakit kusta (panyakit kulit) yang kemudian diasingkan dan terdampar di Tosora. Selanjutnya beliau menemukan Buah Bajo dan memakannya kemudian dia langsung sembuh. We Tadampali bertemu dengan anak dari Arumpone yang sedang berburu dan mereka menikah, kemudian ia membentuk Dinasti/Kerajaan Wajo.
            Wajo merupakan kerajan yang tidak mengenal to manurung sebagaimana kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan pada umumnya.
            Dari perkembangan kerajaan ini. Masa Keemasan Wajo dicapai pada saat kepemimpinan La Tadampare Puangrimaggalatung yang dikenal Arung Matowa Wajo, yaitu raja Wajo ke-6 pada abad ke-5.

Konsep Kemerdekaan Dari Para Raja & Cendekia Wajo:
            Konsep kemerdekaan dapat diartikan visi misi dari raja tersebut.
Latenri Bali ( Batara Wajo 1)
Maradeka to wajoe taro pasoro gau’na, naisseng alena, ade’na napopuang
Artinya:“Merdeka orang wajo, bertanggungjawab, tahu diri, hanya adatlah yang menjadi hukum penentu”
Adek amaradekangenna to Wajoe (Perjanjian Kemerdekaan Orang Wajo)
“Napoalebbirenggi to wajoe maradeka, malempu, namapaccing rigau salae, mareso mappalaong, namaparekki riwarangparangna”
Artinya :“orang wajo lebih memilih merdeka, jujur, menghindari perbuatan tercela, ulet dan hemat”
Puang Ri Maggalatung ( batara wajo IV )
“Maradeka to wajoe najajiang alena maradeka, tanaemi ata, naia tau makketanae maradekamaneng, rilaleng tampumupi namaradeka napoada adanna, napogau gauna ade’ assimaturusengmi napapoang”
Artinya:“Merdeka orang wajo, lahir dengan merdeka, tanah yang jadi bawahan, setiap orang yang hidup di wajo merdeka semua, bebas berpendapat, bebas bekerja, hanya kata sepakat yang jadi pedoman hukum
            Kearifan Lokal yang tercipta di Wajo sangatlah baik. Dan marilah kita meneladani sifat-sifat dari para raja Wajo yang selalu bijaksana,adil,rendah diri,jujur,hormat kepada anggota dewan, sayang terhadap rakyatnya, dan yang paling penting tidak KORUPSI.
            Marilah kita lestarikan nilai kearifan budaya kita dengan tetap santun, menghormati kemerdekaan yang ada pada orang lain. Jangan sampai terjadi seperti ucapan salah satu pemerhati budaya wajo. Beliau menyatakan jangan sampai warisan budaya ammaradekangenna to wajoe (kemerdekaan orang wajo) kita salah artikan menjadi
”MARADEKA TO WAJOE MATANRE SIRI TAPI DE’ NAPPAU, ANDI’E NAPAPUANG”
(merdeka orang wajo, rasa malunya tinggi tapi cuma diam, andi(bangsawan) saja yang di tonjolkan/diabdikan/dijunjung/disanjung/dihormati)
            Wajo memeluk islam secara resmi ditahun 1610 pada pemerintahan La Sangkuru patau mulajaji sultan Abdurahman dan Dato Sulaiman menjadi Qadhi pertama Wajo. Setelah Dato Sulaiman kembali ke Luwu melanjutkan dakwah yang telah dilakukan sebelumnya, Dato ri Tiro melanjutkan tugas Dato Sulaiman. Setelah selesai Dato ri Tiro ke Bulukumba dan meninggal disana Wajo terlibat perang Makassar 1660-1669 disebabkan karena persoalan geopolitik di dataran tengah sulawesi yang tidak stabil dan posisi Arung Matowa La Tenrilai To Sengngeng sebagai menantu Sultan Hasanuddin. Kekalahan Gowa tidak menyebabkan La Tenrilai rela untuk menandatangani perjanjian Bongayya, sehingga Wajo diserang oleh pasukan gabungan setelah terlebih dahulu Lamuru yang juga berpihak ke Sultan Hasanuddin juga diserang.
Hari Jadi Wajo ialah Tanggal 29 Maret 1399.



KEUNIKAN KAB. WAJO

          Wajo memiliki sumber daya alam yang tinggi. Kab. Wajo memiliki luas wilayah 2.056,19 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 400.000 jiwa, terdiri atas 14 Kecamatan dan 176 Kelurahan/Desa.
 
RUMAH ADAT ATAKKAE
           Rumah adat Atakkae atau biasa dikenal bola seratu (rumah 101 tiang) terdapat di KecamatanTempe. Rumah adat tersebut dibangun tahun 1995 di pinggir Danau Lampulung, sekitar 3 km sebelah Timur    Kota Sengkang. Bola Seratu dijuluki Saoraja Latenri Bali (rumah / kediaman raja)  yang salah satu Arung Matowa Wajo.

             Kawasan rumah adat Atakkae memiliki beberapa rumah yang sebagai duplikat dari beberapa kecamatan yang ada di Wajo. Rumah ini biasanya dipakai pada saat kegiatan pameran dan lain-lain.Rumah adat ini sekarang mulai memprihatinkan, hampir semua rumah duplikat ini tidak terawat.


 Pada saat kami melakukan kegiatan English Came disana kami melihat rumah yang sebagian atapnya terlepa,s dindingnya rapuh, dan lain sebagainnya. Pesan saya terhadap pemerintah agar menjaga dan melestarikan rumah adat kita , kalau bukan kita siapa lagi ? Masa orang Papua yang pergi disini untuk mengelolanya.

KAMPUNG TUAK



    Tuak adalah minuman khas dari Kab.Wajo. Tuak Manis dapat kita temukan di Palaguna,Desa Lempa,Kec.Pammana yang kra-kira 3 km dari perkotaan. Tuak Manis adalah tetesan air dari pohon Lontar yang biasa dikenal Pohon Ata’ yang melalui beberapa proses. Pertama, pakkempe tuak (pemanjat pohon lontar) akan memotong Laso” Ata’ (tangkai lontar) dan menyimpan Timpo-Timpo yang terbuat dari bambu, karena tangkai dari at’ itu akan mengeluarkan tetesan air yang menjadi tuak. 



























                                                           



DANAU TEMPE

            Danau Tempe adalah salah satu danau yang ada di Wajo. Danau Tempe merupakan tempat dimana masyarakat sekitar bergantung diri atau bermata pencaharian disana. Danau tersebut memiliki keanekaragaman hayati dimana terdapat banyak jenis ikan diantaranya Ikan Mujair(Kamboja), Ikan Gabus(Bale Bolong, Ikan Cambang(janggo), Ikan Kandea, Ikan Emas(Bale Ulaweng),Ikan Lele, Bete-Bete dan lain sebagainya. Bahkan Danau Tempe memiliki spesies endemik dan konon di dasar Danau Tempe terdapat sumber makanan ikan yang tidak terdapat di tempat lain, yang mungkin dikarenakan Danau Tempe berada diantara dua lempeng benua yaitu lempeng benua Asia dan Australia.
            Dulu danau tempe banyak didatangi oleh para wisatawan baik Lokal maupun Mancanegara. Akan tetapi sekarang danau tempe tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah dan adanya enceng gondok yang semakin hari semakin bertambah sehingga danau tempe menjadi dangkal dan ikan-ikan yang ada di danau tersebut banyak mati.
                           





SUTERA SENGKANG
             

        Kain Sutera sengkang merupakan kain ciri khas dari Wajo. Kain ini dibuat melalui  beberapa proses yang pertama dimulai dari pemintalan benang dari kepompong ulat sutra menghasilkan serat sutra yang biasa ditemukan di daerah Sabbangparu, setelah dipintal lalu diwarnai dan akan melalui tahap mattennung, setelah ditenun akan menjadi Kain Sutera




PONDOK PESANTREN KAB.WAJO
          Wajo dijuluki sebagai kota santri dimana tempat lahirnya para ulama-ulama. Buktinya adalah Wajo memiliki Pondok Pesantren diantaranya Ponpes As'Adiyah, Ponpes Nurul As'Adiyah Callaccu yang tidak asing lagi bagi kita semua. Hampir seluruh para ulama di Sulawesi Selatan berasal dari tamatan Sekolah As'Adiyah Sengkang contohnya  Prof DR Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama RI) dan lain-lainnya.
          Pondok Pesantren Asadiyah didirikan tahun 1928, namun sempat mengalami kevakuman, karena pendirinya wafat saat melakukan perjalanan ke Johor Malaysia. Pontren ini kembali dibuka tahun 1930. Seorang ulama besar keturunan Bugis Wajo yang membukanya. Ia bernama AsSyekh al’Alim al Allama KH. M. As’ad. Lelaki kelahiran Mekkah ini dalam sapaan orang bugis disebut Gurutta Fung Ngaji “Sade” atau Gurutta “Sade”.
Pesantren ini memakai nama yang dinisbahkan kepada pendirinya KH. M. As’ad. Kini dipimpin seorang ulama besar, KH Abdul Malik, anak santri pendirinya sendiri. Hal ini merupakam keputusan Muktamar ke X tahun 1998 di Sengkang. Sekarang Ponpes As'Adiyah, Ketua Yayasannya adalah Prof.DR.KH.Rafi Yunus Martan MA dan
 Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam As’adiyah, Sengkang adalah Drs H. Muhammad Yunus Pasanreseng Andi Padi, M.Ag,
  

   
 
PASAR SENTRAL SENGKANG
      
           Pasar Sentral Sengkang ini merupakan Pusat Ekonomi di Kab.Wajo. Karena  Pasar ini merupakan pasar yang melakukan Grosir dan Eceran. Para masyarakat dari Kabupaten lain diantaranya Kab.Bone, Kab.Soppeng, Kab.Sidrap,Kab.Penrang dan lain-lain bahkan ada juga dari luar provinsi. Hampir semua para penjual yang ada di pasar ini barang jualannya langsung dari Jakarta. Sehingga Pasar Sentral Sengkang dapat dikatakan pasar yang hampir setara dengan Pasar Sentral Makassar.
          

         



No comments:

Post a Comment

Designed By Thaufiq